Jejak Aksara Jejak Sejarah...

Detik yang terlewati oleh manusia merupakan anugerah Tuhan yang tak akan mungkin bisa terulang, berputar atau mundur. Detik yang terlewati oleh manusia bagaimanapun adalah sebuah jejak hidup setiap manusia. Kita sering lupa akan jejak kita yang oleh kita sendirilah ia tercetak. Aku takut ia terus mengabur tanpa bekas dan sisa akan keberadaannya. Aksaralah yang membuat dia 'kan tetap ada. Untuk diingat, dipelajari, dikenang ataupun sekedar nostalgia sejenak...

Nama:
Lokasi: Jakarta, Indonesia

Minggu, Februari 04, 2007

Orang lebih banyak menghabiskan waktu senggangnya di hadapan televisi daripada memindai ilmu dari buku-buku bermutu. Memangnya tidak ada ilmu dari televisi? Ada kok, tapi bagaimana dengan televisi di Indonesia? Semisal contoh, pagi sudah ada acara OB di RCTI. Setelah itu muncul sinetron-sinetron yang mengedepankan jeritan-jeritan emosi, kelamoran, perilaku anak berseragam sekolah yan kabur akan cerminan nilai edukasi, acting yang kaku dan dibuat-buat, make-up ga naturalis juga alur cerita yang nggak banget. Itu baru sinetron remaja, belum lagi sinetron reliji yang semakin menjauhkan makna agama itu sendiri. Lihat saja, hampir semua episode penuh dengan hal-hal mistis dan dipadu dengan unsur-unsur dari sinetron remaja ‘icik-icik’ tadi. Banyak ko yang nonton dan ngikuti ceritanya. Itu kan tandanya mereka suka?! Memang, ceritanya bisa diikuti. Mereka tak punya pilihan akan tontonan yang variatif dari stasiun tv. Mau tidak mau tayang seperti itulah yang mereka tonton. Masih belum lupa smackdown kan? Smackdown sukses dibredel karena adanya korban jiwa anak-anak dibawah umur. Lalu, apa beda antara smackdown dengan buser, sergap, patroli atau apalah itu yang menyajikan dunia kriminal yang sebenarnya sangat tidak “welcome” dengan dunia anak-anak. Hampir semua stasiun televisi menayankan pada jam makan siang atau waktu istirahat di rumah. Apakah waktu istirahat selayaknya diisi dengan informasi perampokan, perkosaan atau penemuan mayat yang sudah menbusuk?

Sepertinya membicarakan orang lain sudah merupakan budaya di negeri kita. Buka kebiasaan lagi, tapi sudah masuk level budaya. Kenapa sih seakan ktia menikmati melihat orang yang sedang dalam proses perceraian, ada orang ketiga, pembunuhan artis atau apalah. Satu stasiun tv bisa mempunyai program infotaintment lebih dari satu, yang dalam satu hari berkali-kali ditayangkan berita yang itu-itu saja. Itu baru satu tv, belum yang lain. Kita Cuma bisa melihat dan mencibir. Apakah ada solusi yang ditawarkan kepada orang yang disorot itu dari masyarakat? Justru kalau masalahnya semakin ramai, semakin seru juga orang menikmatinya. Apakah kamu mauhanya sekedar dicibir, diomongin dan tidak mendapatkan solusi dari orang lain ketika kita punya masalah?

SEMUA KARENA STASIUN TELEVISI MENCEKOKI MEREKA DENGAN TAYANG-TAYANG ITU. Masyarakat hampir tidak pernah disuguhi tayang yang edukatif tapi menyenangkan. Efeknya, masyarakat menjadi berbudaya seperti yang ada di televisi, yang menurutku justru membuat mental menjadi mundur.

Kita pengen jadi bangsa yang maju tapi kita sendirilah yang mengikat diri kita sehingga tidak akan pernah maju….

Surabaya

4 Februari 2007

19:40

Label: