Jejak Aksara Jejak Sejarah...

Detik yang terlewati oleh manusia merupakan anugerah Tuhan yang tak akan mungkin bisa terulang, berputar atau mundur. Detik yang terlewati oleh manusia bagaimanapun adalah sebuah jejak hidup setiap manusia. Kita sering lupa akan jejak kita yang oleh kita sendirilah ia tercetak. Aku takut ia terus mengabur tanpa bekas dan sisa akan keberadaannya. Aksaralah yang membuat dia 'kan tetap ada. Untuk diingat, dipelajari, dikenang ataupun sekedar nostalgia sejenak...

Nama:
Lokasi: Jakarta, Indonesia

Minggu, Februari 04, 2007

Kehidupan seperti sebuah perjalanan. Ketika kita lahir adalah keberangkatan kita dan ketika ajal datang maka berakhir pula ekspedisi kita.

Di jalanan pastilah temui jalan berkelok, lubang-lubang, licin dan lain-lain. Mau tidak mau dengan berbagai cara, rute tersebut harus kita tempuh.

Caraku dan caramu bisa berbeda. Aku bisa berpendapat kalau cara kamu itu salah dan menjadi sangsi bagiku apakah dengan cara itu rute tersebut bisa dilewati. Menurutmu itu bisa, entah dari sisi mana kamu melihat. Kamu pun bisa menilai caraku tidak cocok. Kalau dipikir-pikir, ngapain juga kita saling menyalahkan gara-gara kita beda. Namun, dalam hati, aku punya perasaan nggak pengen kamu celaka karena kamu pake cara yang menurutku salah. Di sudut kamu, aku yakin kamu punya pikiran dan niat yang sama denganku. Kita berkebalikan. Yang menurutmu salah, bagiku benar. Dan aku memandang cara kamu itu salah padahal itu kamu lakukan karena benar. Salah dan benar adalah relatif. Lalu, gimana kita bisa tahu cara mana yang benar? Seperti filosofi badan gajah. Baik aku dan kamu sama-sama dalam keadaan buta, sama-sama memegang bagian gajah yang berbeda. Menurutku, gajah itu bentuknya seperti tali karena aku memegang bagian ekornya. Sedangkan menurutmu,gajah itu seperti tiang karena kaki gajahlah yang kamu pegang.

Sebenarnya apa yang kita yakini benar itu benar adanya, tapi belum sempurna. Seperti rangkaian puzzle, harus ada yang membawa bagian lain sehingga kita tahu bagian itu walaupun kita tidak memegangnya. Sekalipun bentuknya aneh dan mengherankan, itu harus kita terima sebagai unsur lain yang ternyata juga gajah. Kalau kita hanya terpaku pada persepsi kita sendiri saja, kita tak akan pernah tahu bagaimana bentuk gajah itu sebenarnya secara keseluruhan. Bagaimana kita bisa tahu bentuk aslinya kalau kita tak mau menerima bentuk yang orang lain yakini.

Ternyata menjadi open minded itu tidaklah gampang. Kita terbentur oleh sesuatu yang telah kita yakini, mana yang benar dan salah, sehingga hal-hal lain yang bertentangan dengan itu menjadi “musuh”. Di samping itu, ada ego kita ikut berbicara. Ia tak ingin dikalahkan dan orang lain lah yang harus ikut dia. Ya gimana lagi, perbedaan merupakan bagian dari kehidupan dan dengan perbedaan itulah kita bisa menemukan bentuk “gajah” yang sebenarnya.

Kalau kehidupan seperti perjalanan, lalu inti dari kehidupan itu sebenarnya apa ya? Apakah cara yang kita pakai untuk menempuh rute atau hal-hal yang kita dapat selama di perjalanan yang bisa dibawa untuk menjadi bekal? Atau ada yang lain?

Cikini, 28 Desember 2006

23:36 WIB

Label:

2 Comments:

Blogger amanda hadi said...

"Sebenarnya apa yang kita yakini benar itu benar adanya, tapi belum sempurna. Seperti rangkaian puzzle, harus ada yang membawa bagian lain sehingga kita tahu bagian itu walaupun kita tidak memegangnya"

yep!bener bgt!it's trully my feelin' rite now,,and i still tryin' to find the another PUZZLE of mine,,

2:09 AM  
Blogger violeta said...

wah bro..tnyata kamu bener2 seorang pujangga ya?!!!!!!!!!!!!!;p.

visit:
ungubanget.blogspot.com

9:46 AM  

Posting Komentar

<< Home